Sampang, BBGNews.id – Sidang kedua kasus dugaan penipuan yang menyeret nama Syamsiah binti Ahmad Hasan kembali digelar di Pengadilan Negeri Sampang, Senin, (21 Juli 2025).
Agenda sidang kali ini adalah pembacaan nota keberatan (eksepsi) terhadap surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) No.Reg.Per: PDM-52/SAMPANG/06/2025 tertanggal 30 Juni 2025.
Namun sidang ini justru menjadi panggung terbukanya dugaan kesalahan prosedur dan potensi kriminalisasi dalam perkara yang oleh kuasa hukum disebut murni perkara perdata, bukan pidana.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam pembukaan eksepsi, tim penasihat hukum Syamsiah Didiyanto, SH. MKn dan Ach Bahri M.H memaparkan bahwa objek sengketa berupa tanah memang benar-benar ada., bahkan terdakwa sudah melakukan proses pendaftaran ke pertanahan dan telah terjadi proses tawar-menawar dan transaksi jual beli, namun, dari total harga yang disepakati, Syamsiah hanya menerima Rp153 juta.
“Sisanya, yaitu Rp495 juta, justru diterima oleh pihak ketiga bernama Rizal, yang kini buron dan berstatus DPO,” ungkap Didiyanto, di depan majelis hakim. “Bagaimana mungkin objek diserahkan kalau pembayaran belum lunas? Ini logika hukum dasar!”
Pembayaran pun tidak dilakukan secara tunai, melainkan diangsur dalam berbagai bentuk, termasuk barang berharga. Fakta ini, menurut tim hukum, membuktikan bahwa tidak ada niat jahat dari Syamsiah, melainkan terjadi hubungan hukum jual beli yang belum selesai karena pelunasan belum diterima penuh.
Dalam eksepsinya, penasihat hukum Syamsiah dengan tegas menyatakan bahwa dakwaan JPU cacat formil, melanggar Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP karena tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap, sehingga memenuhi unsur obscuur libel atau dakwaan kabur.
Tim hukum Syamsiah juga menegaskan bahwa kasus ini salah kamar, karena seharusnya masuk ranah perdata, bukan pidana, di sisi lain, proses penyidikan juga dinilai bermasalah karena terdakwa tidak didampingi penasihat hukum sejak awal, yang menyebabkan dakwaan batal demi hukum.
Tiga Pokok Eksepsi:
- Pengadilan Pidana tidak berwenang mengadili perkara ini, karena menyangkut wanprestasi dan hubungan hukum keperdataan.
- Isi dakwaan tumpang tindih dan saling bertentangan antara dakwaan pertama dan kedua.
- Terdakwa tidak didampingi kuasa hukum selama penyidikan, yang melanggar hak asasi dan asas due process of law.
Penasihat hukum Syamsiah Didiyanto meminta majelis hakim untuk mempertimbangkan fakta-fakta hukum secara utuh dan obyektif, mereka berharap agar majelis tidak terjebak dalam narasi sepihak yang ingin menggiring sengketa perdata menjadi perkara pidana.
“Objeknya ada, transaksinya terjadi, tapi uangnya belum lunas—apa penipuannya? Kami tegaskan lagi, ini bukan penipuan, ini urusan jual beli yang belum tuntas, dan Syamsiah justru korban,” ujar Didiyanto
Sidang akan dilanjutkan dengan agenda tanggapan jaksa atas eksepsi. Kini, publik menanti: apakah keadilan akan berpihak pada fakta, atau kembali dikaburkan oleh formalitas hukum yang salah arah?


















