Sampang, BBGNews.id – Kasus dugaan korupsi proyek lapisan penetrasi (Lapen) tahun anggaran 2020 senilai Rp12 miliar di Kabupaten Sampang kembali mencuat ke permukaan.
Penetapan tersangka baru oleh Polda Jawa Timur menjadi titik terang sekaligus pembuktian bahwa proyek tersebut memang bermasalah sejak awal, bertolak belakang dengan pernyataan sejumlah pejabat publik kala itu.
Dalam audiensi yang digelar pada tahun 2020 silam di Gedung DPRD Sampang, Ketua DPRD Fadol dan anggota DPRD Arief Amin Tirtana dengan tegas menyatakan bahwa proyek Lapen tidak bermasalah dan telah sesuai aturan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Mereka bahkan menyebut bahwa pelaksanaan proyek tersebut mengacu pada Surat Edaran (SE) Kemendagri, bukan Surat Keputusan (SK), sehingga dianggap sah.
Namun, pernyataan itu kini terbantahkan oleh fakta hukum dan temuan di lapangan. LSM Lasbandra yang sejak awal mengawal kasus ini mengungkap adanya banyak kejanggalan dalam pelaksanaan proyek, mulai dari kualitas pengerjaan yang sangat buruk hingga indikasi pengaturan anggaran dan pelindungan dari pihak-pihak tertentu di pemerintah daerah.
“Saat audiensi di DPRD, Ketua DPRD Fadol dan Arief Amin Tirtana menyatakan tidak ada masalah, tapi setelah kami telusuri ke lapangan, kami justru menemukan banyak penyimpangan yang jelas,” ujar Achmad Rifai, Sekjen LSM Lasbandra sekaligus pelapor kasus, Jumat (25/07/2025).
Rifai juga menyebut bahwa pembelaan yang dilakukan dua anggota DPRD tersebut seolah menjadi tameng awal bagi proyek tersebut untuk lepas dari pengawasan publik.
“Waktu itu kami sudah curiga, karena penjelasan mereka sangat normatif dan terkesan membela, sekarang terbukti, proyek ini sarat korupsi, lalu di mana tanggung jawab moral DPRD sebagai lembaga pengawas anggaran?” lanjut Rifai.
LSM Lasbandra melaporkan kasus ini ke Polda Jawa Timur pada tahun 2022. Setelah penyelidikan berjalan, satu orang telah ditetapkan sebagai tersangka pada tahun 2024, dan informasi terbaru pada Juli 2025 menyebutkan adanya penetapan tersangka baru, lebih dari dua orang, yang kemungkinan melibatkan pihak-pihak internal pemerintahan.
Publik kini mempertanyakan sikap DPRD, khususnya Fadol dan Arief Amin Tirtana, yang sejak awal terlihat membela proyek tersebut, masyarakat mendesak agar DPRD juga diperiksa keterlibatannya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam mendukung program bermasalah ini.
Perlu diketahui, pengawasan anggaran adalah fungsi utama DPRD, pernyataan yang keliru atau pembelaan terhadap proyek bermasalah harus dipertanggungjawabkan secara etis dan politis, saatnya publik menuntut transparansi, integritas, dan keberanian DPRD untuk berpihak kepada rakyat, bukan pada jaringan kepentingan yang merugikan keuangan daerah.


















