Surabaya, BBGNews.id – Aroma busuk dugaan korupsi hibah sapi kembali menyeruak ke permukaan. Senin (21/07/25), Kantor Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur di Jalan Ahmad Yani No. 202 Surabaya menjadi medan panas dalam audiensi yang digelar bersama enam lembaga antikorupsi dan aparat kepolisian.
Enam lembaga sipil—LKPP Jatim, LKPK, GEMPITA, GERHANA, BP MAKI, dan RAJAWALI—melontarkan desakan keras kepada Dinas Peternakan Jatim agar tidak terus bersembunyi di balik alasan administratif dalam menghadapi dugaan korupsi hibah sapi tahun anggaran 2017–2018 di Sumenep dan Pamekasan.
Pemotongan dana 30 persen, spesifikasi ternak dimanipulasi, hingga sapi yang entah ke mana raibnya—itulah daftar dosa yang kini kembali diungkit.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Bagaimana kami mau beli sapi kalau sejak awal sudah dipotong 30% oleh oknum? Yang kami terima tinggal angka di kertas, bukan fisik ternaknya,” ujar salah satu penerima hibah yang dikutip oleh Ketua GEMPITA, Slamet Riadi.
Slamet menyebut bahwa hasil investigasi di lapangan mengungkap banyak sapi yang seharusnya masih berada di kelompok peternak, kini tak jelas rimbanya. Tak hanya itu, data teknis sapi yang dilaporkan juga diduga dimanipulasi—mulai dari lingkar perut, tinggi badan, hingga usia—agar terkesan sesuai dengan juknis.
Hendri dari GERHANA turut menyuarakan kekecewaan mendalam atas sikap pasif Dinas Peternakan Provinsi yang dinilai hanya “mengatur dokumen” tanpa pernah melakukan audit lapangan.
“Kalau sapinya saja tidak ada, lalu apa yang mau dilaporkan ke pusat? Ini bukan hanya soal prosedur, tapi kejahatan terhadap keuangan negara,” kecamnya.
Tuntutan pun mengerucut: Dinas Peternakan Jatim diminta segera memanggil UPT Peternakan di Madura dan membuka data distribusi hibah secara transparan. Namun, jawaban dari pihak Dinas terkesan normatif.
“Kami hanya sebatas pendamping teknis. Tanggung jawab penuh berada di kelompok penerima dan pemerintah kabupaten/kota,” kilah salah satu pejabat Dinas.
Pernyataan tersebut justru semakin memantik kemarahan perwakilan lembaga sipil. GEMPITA memastikan akan melayangkan Dumas (Pengaduan Masyarakat) ke Polda Jatim dan mendesak dibukanya penyelidikan menyeluruh terhadap aliran dana hibah dan distribusi fisik sapi yang dinilai sarat kejanggalan.
“Ini bukan sekedar soal hewan ternak. Ini tentang uang rakyat dan rusaknya kepercayaan publik,” tandas Slamet Riadi.
Dengan nada tajam, ia menutup audiensi: “Kalau negara diam, kami yang akan bersuara. Jangan sampai peternakan jadi ladang korupsi yang tak pernah disentuh hukum.”


















